Presiden Yudhoyono saat bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono, para menteri dan Dirut PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino (keenam kiri) meninjau fasilitas yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (6/8). Foto: Investor daily/ ANTARA/Widodo S. Jusuf/ed/ama/11 JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB), atau senilai Rp1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia.
"Biaya logistik di Indonesia itu sangat tinggi jika dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 15%," kata anggota Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI) Kadin, Ina Primiana di Jakarta, Selasa. Menurut dia, biaya logistik itu terbagi dalam biaya penyimpanan sebesar Rp546 triliun, biaya transportasi Rp1.092 triliun, dan biaya administrasi sebesar Rp182 triliun. Ina mengatakan, biaya logistik di Indonesia terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 15%, ataupun Amerika dan Jepang yang masing-masing sebesar 10%.
"Selain biaya yang sangat tinggi, mutu pelayanan logistik di Indonesia juga buruk, seperti waktu jeda di Indonesia untuk barang-barang impor tersebut mencapai 5,5 hari, dan biaya angkut yang mahal," tambah Ina.
Kondisi tersebut, lanjut dia, juga ditambah dengan prasarana logistik yang masih konvensional seperti jalan, pelabuhan, dan hubungan antar moda.
Kemudian, belum terbangunnya konektivitas antara satu lokasi dengan dengan lainnya, serta pengiriman kontainer ke daerah jauh lebih mahal apabila dibandingkan dengan mengirim kontainer ke luar negeri.
"Indonesia merupakan negara kepulauan, namun sebagian besar prasarana berada di darat dan bukan mendukung keterkaitan antar pulau atau logistik pantai," tambah Ina, yang juga mengatakan bahwa biaya untuk melakukan bongkar muat di pelabuhan juga sangat tinggi.
Ina mengatakan, selain biaya bongkar muat di pelabuhan yang tinggi, akses jalan dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok selalu macet dan tidak pernah terselesaikan, sehingga sangat sulit bagi perusahaan angkutan barang untuk mengoptimalkan perputaran kendaraannya.
"Biaya yang timbul di terminal-terminal lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, biaya resmi saat ini sangat mahal dan meningkat yang berkisar antara 200 sampai 500%, dan juga biaya tidak resmi yang harus dikeluarkan pada setiap proses muat barang," lanjut Ina.
Ia menambahkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi permasalahan dalam proses pemantauan arus barang. Selain itu juga regulasi logistik yang tidak terpadu, banyaknya dokumen yang harus dipersiapkan, armada yang tidak layak, serta kompetensi Sumber Daya Manusia yang rendah.
Untuk meningkatkan daya saing, tambah Ina, sudah seharusnya dilakukan pembenahan dari sisi infrastruktur dan konektivitas seperti, infrastruktur fisik, koordinasi antar institusi dan juga dari masyarakat ke masyarakat. (ant/gor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar